Buku kecil dengan warna sampul yang berkesan lembut ini berkisah tentang cita dan cinta Danum yang juga dituturkan secara lembut. Sampul yang bergambar sungai, rumah, dan dua anak kecil yang mendayung perahu seperti menggambarkan keseluruhan kisah ini. Betang, rumah adat kalimantan yang menjadi tempat di mana Danum lahir dan besar. di rumah besar itulah Danum tinggal dengan kakek yang dia panggil Kai, dan nenek yang dia panggil Ini serta Arba sang kakak. di rumah betang pula Danum bertemu dengan Dehen, teman masa kecilnya, teman yang ketika Danum mendapatkan dayung pertamanya mengajaknya untuk mendayung bersama, bersama Dehen lah cita-cita untuk menjadi atlet dayung Danum pupuk bersama cinta yang perlahan dia rasakan tumbuh pada teman masa kecilnya, Dehen.
Namun, perjalanan Danum untuk meraih cita-citanya tidak semulus perjalanan Dehen. Dehen telah bergabung dengan Pelatda sejak SMP dan akhirnya berhasil bergabung dengan pelatnas, berkeliling dunia dengan dayung seperti yang dicita-citakannya dulu bersama Danum ketika pertama kali mereka memegang dayung pertama mereka. Sedangkan Danum harus berkali-kali gagal dalam seleksi. Ujian demi ujian ditemui Danum, hingga pilihan sulit harus dia hadapi. Apakah tetap bertahan di rumah betang atau memenuhi panggilan dengan konsekuensi dia pergi dari rumah Betang? dan ketika cinta yang dia pendam mendapatkan jawabannya, akankah dia tetap menyimpan rapat perasaannya atau melihat sahabatnya terluka?
Buku kecil namun padat dengan kisah dan hikmah dari tiap tokohnya. Tidak hanya kisah tentang olahraga dayung yang diwakilkan melalui Danum dan Dehen yang disampaikan melalui novel ini. Namun juga kisah tentang konservasi hutan dan penjagaan budaya lokal melalui Kai dengan aktivitas menanam pohon ulin, dan Arba dengan aktivitasnya dalam memasarkan produk keterampilan dari ibu-ibu dayak, serta kuatnya Arba dan Danum untuk tidak menjual rumah Betang. Selain itu, dalam buku kecil ini bertaburan kalimat-kalimat indah yang terselip dalam dialog tiap tokohnya namun tetap tidak menggurui.
Dari novel kecil yang untuk menyelesaikannya hanya butuh waktu tiga jam, banyak hal yang saya dapatkan. Saya jadi tahu tentang olahraga dayung yang tidak populer, namun ternyata banyak menghasilkan prestasi yang membanggakan. Setting tempat di Kalimantan membawa bayangan saya pada nuansa hijau hutannya, aliran sungai yang membelah kota, serta suasana tradisional khas kalimantan.
quote-quote indah dari novel ini :
“Tidak ada kata terlambat, selama kita masih bisa bergerak dan berusaha.” (Arba)
“tidak ada yang lebih menakutkan daripada kehilangan keberanian!” (Arba)
“tak masalah kamu duduk di haluan atau buritan, asal kamu tetap menggerakkan dayungmu” (Dehen)
“Karena pertandingan tidak melulu tentang kalah dan menang” (Kai)
“Mimpi boleh setinggi yang kau bisa, asal kau tak lupa bangun untuk mewujudkannya” (Arba)
“kau dan aku mungkin berberda, tapi kau dan aku sama-sama sempurna sebagai diri kita” (hal. 5)
“Kadang apa yang terlihat di luar, tidak benar-benar menggambarkan apa yang di dalam” (arba)
“kalah itu perlu, agar kau tahu dunia bukan milikmu” (hal. 52)
“sejauh apapun kau pergi, keluarga tetap menjadi rumah yang indah untuk kembali” (hal. 62)
“tak ada yang salah dengan cinta, selama kau tahu bagaimana menempatkannya” (hal.72)
“ada aturan yang seakan mengekang, tapi percayalah dengan peraturan itu, hidup manusia menjadi lebih mudah” (Arba)
“kadang orang bicara hanya menutupi ketidakmampuannya dalam berusaha” (Arba)
“Ada hal-hal yang tidak perlu menunggu kita sempurna untuk melakukannya” (Dehen)
“Dunia memang sering menyilaukan, tetapi hidup membuat kita menjadi cukup” (hal. 107)
“harapan bisa menjelma kekuatan, tapi bisa berubah menjadi beban, tergantung dari sudut mana kita memandang” (hal. 120)
dan agar saya tidak penasaran, di bawah ini ada beberapa gambar yang saya copast dari beberapa sumber :
Resensi ini diikutsertakan dalam lomba resensi buku BAW dan QuantaBooks